Sabtu, 01 Juni 2013

hubungan fiskal antar lembaga pemerintah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hubungan antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua Negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya  dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan utama dari implementasi keuangan adalah untuk menginternalisasikan eksternalitas fiskal yang muncul lintas daerah, perbaikan sistem perpajakan, koreksi ketidakefisienan fiskal, dan pemerataan fiskal antar daerah.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Sayangnya, alokasi pendanaan di Indonesia pada umumnya lebih didasarkan pada aspek pengeluaran pemerintah daerah tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak local.
Akibatnya, dari tahun ke tahun  pemerintah  daerah akan selalu menuntut suplai yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak local secara lebih optimal.
Kondisi tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia. Data menunjukkan proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu membiayai pengeluaran pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20 persen. Perimbangan antara transfer dan PAD yang timpang ini juga masih terjadi pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Di sisi lain, UU No. 34/2000 telah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola pajak dan retribusi daerah dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ruang lingkup kebijakan fiskal ?
2.      Bagaimana Hubungan Fiskal antar Pemerintah Pusat?
3.      Bagaimana hubungan fiskal antar lembaga pemerintah yaitu BPK, DPR, dan DPD?
4.      Bagaimana Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ruang Lingkup Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah  langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.[1]
Kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya.  Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.[2]
Sedangkaan,  kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.[3]
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1.      Fungsi Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public goods seperti jalan, jembatan, pendidikan dan tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh seluruhn masyarakat.
2.      Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.[4]
3.      Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional dapat lebih merata untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
Bentuk – Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1.      Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Pajak yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara tersebut. Kebijakan pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak). Tax reform yang dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya pendapatan.

2.      Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atas barang dan jasa
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”. Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat. Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.


3.      Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer
Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari belanja pemerintah.
         Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
1)      Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
2)      Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

B.     Hubungan Fiskal antar Pemerintah Pusat
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Dalam hal ini perumus kebijakan (presiden, DPR), pengawas keuangan (BPK, BPKP), pelaksana keuangan (Depkeu, Depdagri, Departemen Teknis) harus mengupayakan agar kebijakan fiskal benar-benar bermanfaat bagi rakyat banyak.
Dalam hal pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

C.    Hubungan BPK dan DPR
Naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, yang disusun oleh the founding fathers kita menugaskan BPK sebagai satu- satunya auditor yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Berbeda dengan di banyak  negara lain, Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan BPK sejajar dengan lembaga- lembaga negara yang ada dalam struktur negara kita. Selain tetap mempertahankan pemberian hak eksklusif pemeriksaan keuangan negara kepada BPK, perubahan ketiga dari UUD 1945 justru telah memperkuat posisinya dengan memberikan kedudukan yang “bebas dan mandiri" kepada BPK. Baik naskah asli maupun perubahan, UUD 1945 menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. itulah sebabnya mengapa diberikan kedudukan tinggi, kebebasan dan kemandirian kepada BPK. Maksudnya adalah agar BPK dapat melaksanakan tugasnya secara objektif. BPK dapat
memeriksa dan melaporkan keuangan negara sebagaimana adanya, bebas dari pengaruh maupun tekanan politik. Termasuk dari ketiga cabang pemerintahan, baik eksekutif, legislatif maupun judikatif. Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada rakyat banyak, utamanya pembayar pajak, melalui wakil-wakilnya di
DPR serta DPRD sebagai pemegang hak bujet. Seperti halnya DPR, DPD juga menerima laporan hasil pemeriksaan keuangan Pemerintah Pusat. Sementara itu, DPRD menerima laporan hasil pemeriksaan keuangan pemerintah daerahnya masing-masing. Semuanya itu diatur dalam UU No. 22 tentang Susduk MPR,
DPR, DPD dan DPRD (Pasa147) dan UU No. 15 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Pasal 17, ayat 1). Walaupun DPD tidak memiliki hak bujet,  posisinya sangat penting. Karena DPD memiliki
fungsi memberikan pertimbangan kepada DPR dalam hal penyusunan Rancangan APBN Pemerintah Pusat maupun dalam mengawasi pelaksanaannya setelah menjadi APBN. Dengan menggunakan hak legislasinya, DPR dan DPRD
memiliki hak dan wewenang masing-masing untuk menindak lanjuti temuan-
temuan BPK. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebut bahwa BPK
memantau pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaannya itu. BPK pun dapat memproses secara pidana auditee yang tidak serius melakukan koreksi
terhadap temuannya. Temuan- temuan yang mengandung unsur pidana seperti ini wajib diserahkan oleh BPK kepada penegak hukum. Temuan pemeriksaan BPK tersebut merupakan bukti awal yang dapat diperdalam dan ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Memenuhi amanat konstitusi, BPK juga menerima penugasan
dari lembaga pemegang hak bujet (DPR dan DPRD) untuk melakukan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan khusus itu juga dapat dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri, baik atas dasar permintaan pemerintah, pengaduan masyarakat maupun pendalaman pemeriksaan.

D.    Hubungan BPK dengan DPR & DPD

Pemerintah BPK merupakan satu lembaga negara yang memiliki tugas memeriksa keuangan Negara secara bebas dan mandiri. Di dalam pelaksanaan tugas tersebut, BPK berhubungan dengan DPR dan DPD selaku lembaga perwakilan yang memiliki fungsi legilasi, budget dan pengawasan serta Pemerintah selaku pelaksana keuangan negara. Hubungan tersebut mempengaruhi pelaksanaan tugas masing-masing lembaga negara. Bagi BPK, hubungan dengan DPR dan DPD serta pemerintah berpengaruh terhadap pengelolaan pemeriksaan keuangan Negara sebagai berikut:
1.      Perencanaan Pemeriksaan Di dalam penyusunan rencana pemeriksaan, BPK harus melakukan komunikasi secara intensif dengan DPR, DPD dan pemerintah. Hal ini dilakukan agar pemeriksaan yang dilakukan BPK sesuai dengan kebutuhan, perhatian, dan mencapai sinergi dari DPR, DPD, dan Pemerintah.
2.      Pelaksanaan Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan juga perlu dikomunikasikan dengan baik dengan DPR, DPD dan Pemerintah. Sesuai standar pemeriksaan yang lazim, BPK perlu meminta tanggapan atas pelaksanaan pemeriksaannya untuk menilai keandalan hasil pemeriksaannya di lapangan serta mengkomunikasikan hambatan yang ditemui.
3.      Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laporan hasil pemeriksaan merupakan produk
pemeriksaan yang harus dapat menarik dan dipahami oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.
Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Keefektifan pemeriksaan
terletak pada tindak lanjutnya, sehingga BPK harus aktif memantau tindak lanjut tersebut dan menyampaikannya kepada DPR, DPD, dan pemerintah untuk diambil keputusan yang tepat.

E.    Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah – Desentralisasi Fiskal
Hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan. Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber- sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan daerahnya.  Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber- sumber penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki.  Undang- undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti dengan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah  mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan tersebut mengatur kewenangan daerah dalam menggali pendapatan asli daerah dan dana transfer dari pemerintah pusat.
Prinsip dari desentralisasi fiskal tersebut adalah money follow functions, dimana pemerintah daerah mendapat kewenangan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan di daerahnya. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Disamping pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. Sumber- sumber pendapatan asli daerah tersebut berupa: pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha milik daerah dan pendapatan lain yang sah.
Undang- undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Daerah mengamanatkan bahwa daerah boleh meningkatkan pendapatan asli daerahnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian dengan ditetapkannya Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menyempurnakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan adanya tambahan terhadap sumber- sumber penerimaan daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah. Kebijakan tersebut pada dasarnya semakin memperluas daerah untuk menggali sumber- sumber pendapat asli daerahnya dari komponen- komponen pajak dan retribusi daerah.
Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri.  Menurut Halim (2007), ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sejalan dengan Waluyo, (2007) yang mengatakan bahwa idealnya semua pengeluaran daerah dapat dipenuhi dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga daerah dapat benar- benar otonom, tidak lagi tergantung ke pemerintah pusat.
Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang sangat sentral dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Santosa dan Rahayu (2005) menyebutkan bahwa PAD sebagai salah satu peneriamaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang. Namun demikian kebijakan- kebijakan desentralisasi fiskal yang ada tidak sertamerta dapat membangun kemandirian daerah dengan cepat. Landiyanto (2005) dalam penelitiannya tentang Kinerja Keuangan Dan Strategi Pembangunan Kota Di Era Otonomi Daerah Di Kota Surabaya menemukan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat masih tinggi karena belum optimalnya penerimaan dari PAD dan belum optimalnya pendapatan/laba BUMD. Sampai saat ini potensi pendapatan asli daerah masih menitikberatkan pada perolehan pajak dan retibusi daerah. Butuh waktu yang lama untuk membangun kemandirian daerah dalam membiayai anggaran pengeluaran belanja daerah minimal belanja pegawainya. Sampai saat ini ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat melalui dana perimbangan masih cukup besar. Kawung (2008) meneliti kemampuan keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara masih rendah yakni sebesar 30,66% terhadap penerimaan daerah, yang artinya peranan PAD masih kurang dan perlu ditingkatkan. Dari uraian diatas menunjukan bahwa kemampuan keuangan daerah yang direpresentasikan dari pendapatan asli daerah (PAD) masih menitik beratkan pada komponen pajak dan retribusi. Kemampuan PAD dalam mengurangi ketergantungan masih perlu di teliti dalam perannya mengakomodasi pembiayaan belanja daerah minimal belanja rutinnya. Kapasitas PAD sebagai salah satu indikator pembentuk kemandirian sebuah daerah perlu di teliti dan dievaluasi selama perjalanan desentralisasi fiskal di negeri ini.[5]
Hubungan Pemerintah Daerah dan Badan Pengelola Dana Masyarakat terdapat pada Pasal 25, dalam hal ini Menteri Keuangan membina dan mengawasi pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.
Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut:
  1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah.
  2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya.
  3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan  perangkat daerah lainnya.
  4. Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi dan pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas.
  5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS-daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya.
  6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan.
  7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional.
  8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, dan akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik.
  9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah.
Adapun lembaga-lembaga yang sudah dipercaya dalam hubungan dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkait dengan fiscal seperti pengelolaan Layanan Nasabah DPLK, Lembaga Pengelolaan Zakat, Lembaga Pembangunan Masjid, Pengelolaan Wakaf, dan lain-lain.  Lembaga-lembaga yang terkait dengan proses kebijakan fiskal harus mengoptimalkan fungsinya masing-masing sejalan dengan demokrasi. Dengan ini Kebijakan Fiskal dapat tercapai dengan kondisi perekonomian yang lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

   


[1] Sadono Sukirno, 2003
[2] Tulus TH Tambunan , 2006
[3] Norpin, Ph. D. 1987
[4] Soediyono. R., 1992,hal. 89

analisis pekerjaan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini semakin dipahami bahwa memiliki informasi dan memahami pentingnya informasi tentang sumber daya manusia yang terdapat dalam suatu organisasi merupakan satu tantangan yang harus dihadapi dalam kehidupan organisasional.Dikatakan tantangan oleh karena tanpa informasi tersebut suatu organisasi tidak mungkin atau sulit mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya manusia semaksimal mungkin.
Tantangan demikian menjadi lebih jelas lagi terlihat apabila diingat bahwa hanya berdasarkan informasi yang mutakhir, lengkap dan dapat dipercayalah analisis dan rancang bangun pekerjaan dapat dilakukan secara tepat. Dengan perkataan lain melalui sistem informasi sumber daya manusia yang demikian akan dapat ditingkatkan produktivitas suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Artinya, dalam usaha meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan berbagai kegiatan dalam organisasi serta dalam usaha meningkatkan mutu hasil pekerjaan, titik tolak yang paling tepat adalah pengetahuan yang paling mendalam tentang berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh setiap orang dalam organisasi.
Agar satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat membantu satuan-satuan kerja lainnya dalam organisasi, satuan kerja tersebut mutlak perlu mengetahui secara pasti semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan.Mungkin ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam suatu organisasi yang kecil, memiliki suatu sistem informasi tentang sumber daya manusia bukanlah merupakan hal yang mutlak.Akan tetapi lain halnya dengan suatu organisasi yang besar  yang mempekerjakan ribuan ribuan tenaga kerja. Artinya, dalam suatu organisasi yang besar, satuan kerja yang menangani pengelolaan sumber daya manusia hanya mungkin memberikan sumbangannya yang positif bagi organisasisebagai keseluruhan bila dalam organisasi itu terdapat suatu sistem informasi sumber daya manusia yang dapat diandalkan.Sangat penting untuk menyadari bahwa satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia hanya dapat memberikan bantuan yang diharapkan daripadanya dan yang memang merupakan tugas fungsionalnya semaksimal mungkin apabila satuan kerja tersebut memiliki pangkalan informasi ketenagakerjaan yang mutakhir. Dengan pangkalan informasi seperti itu, pengelola sumber daya manusia akan mampu secara efektif melakukan berbagai kegiatan yang merupakan tanggung jawabnya seperti dalam hal rancang bangun pekerjaan baru, rekrutmen tenaga baru, merumuskan program pelatihan bagi para pekerja yang sudah berkarya dalam organisasi, merumuskan kebijaksanaan pengupahan dan penggajian, langkah-langkah dalam proses pembinaan dan pengembangan pegawai dan berbagai fungsi kepegawaian lainnya.Oleh sebab itu, kami sebagai penulis makalah ini mencoba memaparkan bagaimana konsep dari analisis dan bangun rancang pekerjaan itu sendiri sehingga diharapkan baik penulis maupun rekan mahasiswa bisa lebih memahami.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada diatas maka akan timbul beberapa permaslahan, yaitu:
1.      Bagaimana pengertian analisis dan rancang bangun pekerjaan?
2.      Mengapa informasi analisis pekerjaan sangat penting dan bagaimana tujuan analisis pekerjaan?
3.      Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan analisis pekerjaan?
4.      Bagaimana teknik pengumpulan informasi tentang analisis pekerjaan dan rancang bamgun pekerjaan?
5.      Bagaimana aplikasi informasi analisis pekerjaan?
6.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi rancang bangun pekerjaan?




C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pentingnya informasi dalam analisis pekerjaan
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah pelaksanaan analisis pekerjaan
3.      Untuk mengetahui teknik pengumpulan informasi tentang analisis pekerjaan
4.      Untuk mengetahui pengaplikasian informasi analisis pekerjaan
5.      Untuk mengeahui rancang bangun pekerjaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
6.      Untuk mengetahui teknik rancang bangun pekerjaan

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
a.       Penulis
Makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penulis untuk menambah khasanah keilmuan, pengetahuan, dan wawasan kami tentang bagaimana konsep analisis dan bangun rancang pekerjaan.
b.      Pembaca
Diharapkan setelah pembaca membaca makalah kami ini maka pembaca akan mengetahui dan lebih memahami bagaimana konsep analisis dan bangun rancang pekerjaansehingga bisa menjadi bekal ketika nanti terjun ke dalam dunia kerja.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Analisis Pekerjaan (Job Analysis)
Menurut Malayu Job Analysis (analisis pekerjaan) adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang  harus dikerjakan, bagaimana pekerjaannya, dan mengapa pekerjaan itu harus dikerjakan.
Menurut Umar bahwa analisis  pekerjaan adalah merupakan suatu proses untuk menentukan isi suatu pekerjaan sehingga dapat dijelaskan orang lain untuk tujuan manajemen.
Analisis  pekerjaan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pekerjaan dan proses menentukan prasyaratan yang harus disiapkannya, termasuk di dalamnya sistematika rekrutmen, evaluasi, atau pengendalian, dan perusahaan atau institusi usahanya.
Dengan kata lain analisis pekerjaan adalah mempelajari, mencari, dan menentukan gambaran atau desain dari aktivitas-aktivitas yang menentukan tugas-tugas, kewajiban dan wujud tanggungjawab dari setiap pekerjaan yang dilakukan karyawan.
Dengan demikian, pada intinya analisis pekerjaan adalah menempatkan orang yang tepat pada suatu pekerjaan tertentu, sesuai dengan kemampuan, keahlian dan pengalaman dalam melakukan suatu pekerjaan.Hal ini dapat mengurangi resiko-resiko yang kurang menguntungkan bagi perusahaan atau institusi usaha. Berdasarkan batasan-batasan di atas maka menurut penulis analisis pekerjaan memiliki arti yang sama dengan analisis jabatan, yaitu proses pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja secara sistematis.

B.     Pentingnya Informasi Analisis Pekerjaan
          Pada hakikatnya semua orang yang menduduki jabatan manajerial adalah manajer sumber daya manusia.Dalam suatu organisasi kecil, mungkin saja tidak dirasakan pentingnya membentuk suatu organisasi yang khusus menangani masalah-masalah sumber daya manusia.Alasan utamanya ialah karena para manajer pelaksana kegiatan pokok organisasi dianggap sudah mengetahui ciri, standard dan persyaratan ketenagakerjaan yang diperlukan dalam melakukan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawab satuan kerja yang dipimpinnya.
Akan tetapi apabila suatu organisasi makin besar, pelaksanaan berbagai kegiatan pengelolaan sumber daya manusia biasanya diserahkan kepada tenaga-tenaga spesialis dalam bidang itu.Para tenaga kerja spesialis dibidang pengelolaan sumber daya manusia tidak selalu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang semua jenis pekerjaan yang terdapat dalam satuan-satuan kerja lain dalam organisasi. Instrumen yang dimiliki oleh para tenaga spesialis itu untuk mengumpulkan pengetahuan tentang berbagai jenis pekerjaan yang ada dan berbagai persyaratannya yaitu analisis pekerjaan.
Menciptakan sumber daya manusia yang handal dalam menghadapi tantangan teknologi modern, merasakan kenyamanan dalam bekerja, bermartabat dan berkeadilan di dalam suatu perusahaan ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seperti penggunaan teknologi canggih dan kenyamanan serta suasana pekerjaan.Tujuan lembaga, organisasi atau perusahaan dengan perencanaan manajemen sumber daya manusia yang berorientasi pada hasil analisis pekerjaan adalah untuk mewujudkan eksistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta produktivitas dalam mencapai tujuan atau sasaran perusahaan.[1]
Oleh karena itu, kegiatan analisis pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi karena berbagai tindakan dalam pengelolaan sumber daya manusia tergantung pada informasi tentang analisis pekerjaan yang telah dilakukan.
Terdapat sepuluh kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang penyelenggaraannya dengan baik didasarkan pada informasi yang berhasil dikumpulkan dan diolah, yaitu
1.      Informasi analisis pekerjaan memberikan gambaran tentang tantangan yang bersumber dari lingkungan yang mempengaruhi pekerjaan para pekerja dalam organisasi.
2.      Menghilangkan persyaratan pekerjaan yang sebenarnya tidak diperlukan karena didasarkan pada pemikiran yang diskriminatif
3.      Analisis pekerjaan harus juga mampu menemukan unsur-unsur pekerjaan yang mendorong atau mengahambat mutu kekaryaan para anggota organisasi
4.      Merencanakan ketenagakerjaan untuk masa depan
5.      Analisis pekerjaan harus mampu mencocokkan lamaran yang masuk dengan lowongan yang tersedia
6.      Analisis pekerjaan sangat membantu dalam menentukan kebijaksanaan dan program pelatihan
7.      Menyusun rencana pengembangan potensi para pekerja
8.      Menentukan standar prestasi kerja yang realistis
9.      Informasi analisis pekerjaan sangat penting pula arti dan peranannya dalam penempatan para pegawai agar benar-benar sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang dimilikinya
10.  Informasi tentang analisis pekerjaan juga sangat penting artinya dalam merumuskan dan menentukan sistem serta tingkat imbalan yang adil dan tepat
Jelaslah bahwa informasi tentang analisis semua pekerjaan dalam suatu organisasi mutlak perlu dimiliki dan digunakan secara tepat dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia.

C.    Tujuan Analisis Pekerjaan
Tujuan Analisis pekerjaann menurut Gomes Ada 12 tujuan analisis pekerjaan yang digunakan oleh sektor publik maupun sektor swasta, yaitu:
1.      Job description,yaitu untuk mengidentifikasikan pekerjaan, riwayat pekerjaan, kewajiban-kewajiban pekerjaan, dan pertanggung jawaban, serta untuk mengetahui spesifikasi pekerjaan atau informasi mengenai standar pekerjaan.
2.      Job classification, yaitu penyusunan pekerjaan-pekerjaan kedalam kelas-kelas, kelompok-kelompok, atau jenis-jenis berdasarkan rencana sistematika tertentu
3.      Job evaluation, yaitu suatu prosedur pengklasifikasian pekerjaan berdasarkan kegunaan masing-masing di dalam organisasi dan dalam pasar tenaga kerja luar yang terikat
4.      Job desinng restructuring, yaitu meliputi usaha-usaha untuk mengalokasikan dan merestrukturisasi kegiatan pekerjaan kedalam berbagai kelompok
5.      Personel requirement, yaitu  berupa persyaratan atau spesifikasi tertentu bagi suatu pekerjaan
6.      Performance appraisal, yaitu merupakan penilaian sistematis yang dilakukan oleh supervisor terhadap performansi pekerjaan dari para pekerja
7.      Worker training, yaitu pelatihan yang ditujukan kapada para pekerja
8.      Worker mobility, yaitu dinamika keluar-masuknya seseorang dalam posisi, perkerjaan-pekerjaan, dan okupasi-okupasi tertentu
9.      Efficiency, ini mencangkup penggabungan proses kerja yang optimal dan rancangan keamanan dari peralatan dan fasilitas, serta prosedur kerja, susunan kerja dan standar kerja.
10.  Safety, berfokus pada identifikasi dan peniadaan perilaku kerja yang tidak aman, kondisi fisik dan kondisi lingkungan.
11.  Human resource planning, kegiatan antisipasi dan reaktif melalui suatu organisasi.
12.  Legal, aturan dan ketentuan lain yang berkaitan dengan organisasi.

D.    Langkah-langkah Pelaksanaan Job analysis
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam analisis jabatan.:
1.      Tentukan lebih dulu tugas-tugas pokok yang harus ada dalam jabatan itu, termasuk didalamnya perilaku dan aktivitas yang melekat pada jabatan itu.
2.      Mengidentifikasi knowledge, abilities, skills, dan other characteristics (KASOCs) yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas itu.
a.    Knowledge berarti seperangkat informasi yang ada di dalam prosedur yang harus diterapkan dalam pekerjaan itu.
b.    Abilities berarti kompetensi untuk menghasilkan hasil yang bisa diamati. Misalnya: kemampuan seorang pengetik yang baik adalah menghasilkan ketikan yang rapi dan tidak banyak salahnya.
c.    Skill berarti kompetensi untuk melakukan tindakan yang bisa dipelajari, baik yang sifatnya motorik, verbal, manual, atau melakukan pengolahan mental yang menyangkut data, orang atau barang.
d.   Other characteristics meliputi faktor kepribadian, sikap, atau watak yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Laporan analisa jabatan untuk seorang perwira patroli jalan raya mungkin berupa pengetahuan hukum, komunikasi lisan yang baik, kemampuan menyopir yang trampil, dan keterandalan untuk melaksanakan tugasnya dengan cukup baik.
Proses dalam menganalisis pekerjaan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan
Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaanartinya penganalisis harus mengetahui secara jelas apa kegunaan hasil informasi analisis pekerjaannya. Karena hasilnya akan digunakan untuk menentukan jenis data yang akan dikumpulkan dan teknik pengumpulan datanya. Informasi hasi{ analisis pekerjaan dipergunakan untuk menetapkan job description, job specification, dan job evaluation dalam pengadaan pegawai.
2.      Mengumpulkan informasi tentang latar belakang
Mengumpulkan informasi tentang latar belakangartinya penganalisis harus mengumpulkan dan mengkualifikasikan data, meninjau informasi latar belakang seperti bagan organisasi, bagan proses, dan uraian pekerjaan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian deskriptif analisis, survei, sensus, dan sample, sedangkan teknik pengumpulan data dapat dengan cara wawancara, observasi, kuesioner, dan angket. Data yang terkumpul dikualifikasikan, diana­lisis, dan diaplikasikan kepada masa depan.
3.      Menyeleksi muwakal (orang yang akan diserahi) jabatan yang akan dianalisis
4.      Menyeleksi muwakal jabatan yang akan dianalis artinya penganalisis harus memilih beberapa muwakal jabatan untuk dianalisis. Hal ini perlu dilakukan untuk menghemat biaya dan waktu jika banyak pekerjaan yang akan dianalisis.
5.      Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan
Mengumpulkan informasi analisis pekerjaanartinya penganalisis mengadakan analisis pekerjaan secara aktual dengan menghimpun data tentang aktivitas pekerjaan, perilaku karyawan yang diperlukan, kondisi kerja, dan syarat-syarat personel yang akan melaksanakan pekerjaan
6.      Meninjau informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan
Meninjau informasi dengan pihak pihak yang berkepentinganartinya analisis pekerjaan menyediakan informasi tentang hakikat dan fungsi pekerjaan. Informasi hendaknya diverifikasi dengan pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan itu serta atasan langsung karyawan bersangkutan. Dengan memverifi­kasi informasi itu akan membantu untuk menentukan kebenarannya dan meleng­kapinya secara faktual serta dapat dipahami dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan. Langkah peninjauan in] juga akan dapat membantu per­olehan penerimaan seseorang atas data analisis pekerjaan yang telah dihimpun dengan memberikan kesempatan bagi orang tersebut untuk memodifikasi uraian tentang aktivitas yang dilaksanakannya.
7.      Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan
Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaanartinya penganalisis pekerjaan kemudian menyusun uraian pekerjaan, uraian jabatan, dan evaluasi pekerjaan
8.      Meramalkan dan memperhitungkan perkembangan perusahaan
Meramalkan dan memperhitungkan perkembangan perusahaan, artinya pengana­lisis harus juga memperhitungkan/meramalkan perkembangan uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, apakah dikemudian hari diperlukan pengayaan pekerjaan, perluasan pekerjaan, dan penyederhanaan pekerjaan dalam perusahaan. Hal ini perlu guna memperhitungkan kemampuan karyawan untuk masa kini dan masa depan supaya mereka dapat tetap melaksanakan pekerjaan walaupun ada pemakaian teknologi canggih dan reorganisasi perusahaan.
Analisis pekerjaan akan memperoleh informasi tentang pekerjaan, uraian jabatan, spesifikasi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan pada perusahaan tersebut.

E.     Teknik Pengumpulan Informasi Tentang Analisis Pekerjaan
Dalam rangka pengumpulan informasi tentang analisis pekerjaan, para analis harus mengetahui tentang seluk beluk organisasi seperti yang menyangkut tujuannya, strateginya, strukturnya, sumber daya dan dana yang dimiliki serta produknya apakah dalam bentuk barang atau pun jasa. Berdasarkan hal itulah tiga jenis kegiatan pengumpulan informasi dilakukan, yaitu
1.      Identifikasi pekerjaan
Langkah pertama adalah langkah penelitian untuk mengetahui sumber informasi atau mengidentifikasikan berbagai ragam pekerjaan yang hendak dianalisis.Penting untuk mengetahui sumber informasi tentang berbagi pekerjaan itu seperti latar belakang pendidikan, daftar gaji, bagan organisasi, dan catatan analisis pekerjaan di masa lalu.
2.      Penyusunan kuesioner
Langkah kedua adalah menyusun daftar pengecekan yang sama bagi semua pekerjaan yang sejenis dalam berbagai satuan kerja dalam organisasi dengan terlebih dahulu menyusun jadwal analisis pekerjaan.Instrumen pengumpulan informasi yang paling lumrah digunakan adalah kuesioner yang mengandung lima hal, yaitu
a.       Status informasi yang dimiliki sekarang dikaitkan dengan pekerjaan yang diidentifikasikan
b.      Tugas dan tanggung jawab
c.       Karakteristik insan
d.      Kondisi kerja
e.       Standar prestasi kerja
3.      Pengumpulan informasi
Dalam memilih dan menentukan teknik pengumpulan informasi harus didasarkan pada pertimbangan faktor waktu, biaya dan ketepatan informasi yang diperoleh. Dengan begitu akan diperoleh kepercayaan sebagai sarana sosialisasi dan pemahaman yang menyeluruh dalam lingkungan perusahaan, lingkungan kerja, dan bagi karyawan yang diberikan pengembangan keterampilan kerja. Para analis dapat menggunakan berbagai teknik untuk mengumpulkan informasi analisis pekerjaan melalui:
a.       wawancara langsung dengan karyawan (interviews)
b.      pandangan pejabat senior/diskusi dengan tenaga ahli (panel of experts)
c.       daftar kuesioner melaui pos (mail questionnaires)
d.      catatan kerja harian karyawan (employee log)
e.       observasi langsung (observation)
f.       kombinasi berbagai teknik (cobination)

F.     Aplikasi Informasi Analisis Pekerjaan
Dari berbagai teknik pengumpulan informasi dalam rangka analisis pekerjaan, harus mampu memberikan sumbangan nyata dalam menentukan empat hal, yaitu
1.      Penyusunan uraian pekerjaan
Uraian pekerjaan ialah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab suatu pekerjaan (profil suatu pekerjaan).
2.      Merumuskan spesifikasi pekerjaan
Spesifikasi pekerjaan ialah karakteristik atau syarat-syarat kerja yang harus dipenuhi sehingga dapat melaksanakan suatu pekerjaan.
3.      Menetapkan standar prestasi kerja
Lima alasan ditetapkannya standar prestasi kerja, yaitu
a.       standar prestasi kerja merupakan tolak ukur yang digunakan oleh atasan pekerja yang bersangkutan
b.      standar prestasi kerja merupakan alat pengendali perilaku para pekerja
c.       standar prestasi kerja berperan sebagai bahan koreksi terhadap penyimpangan atau deviasi yang terjadi
d.      standar prestasi kerja berguna sebagai baha umpan balik bagi pekerja yang bersangkutan
e.       standar prestasi kerja merupakan sasaran yang harus diusahakan pencapaiannya oleh setiap pekerja
4.      Menciptakan sistem informasi sumber daya manusia[2]
Untuk mengelola sumber daya manusia secara lebih efektif, setiap organisasi mutlak perlu menciptakan suatu sistem informasi sumber daya manusia dalam organisasi.Berdasarkan informasi tentang analisis pekerjaan melalui uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar prestasi kerja, satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan dengan maksud berguna baik untuk kepentingan internal maupun eksternal.
Secara internal, informasi tersebut akan sangat membantu dalam hal pengelompokanberbagai pekerjaan berdasarkan jenisnyayang bermanfaat dalam mengambil berbagai keputusan. Secara eksternal, pemanfaatan informasi untuk kepentingan dalam hal pembuktian kepada aparat pemerintah yang memerlukannya bahwa organisasi mentaati berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Selain itu, analisis pekerjaan sangat membantu organisasi terutama pada kegiatan rekrutmen dan seleksi; pelatihan dan pengembangan karier;kompensasi dan perencanaan strategis.
Jelaslah bahwa informasi analisis pekerjaan sangat bermanfaat dan dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan dan kepentingan dalam rangka manajemen sumber daya manusia secara lebih efektif.




G.     Rancang Bangun Pekerjaan
Alasan yang sangat mendasar bagi pentingnya pemahaman segi-segi rancang bangun pekerjaan secara tepat ialah bahwa pekerjaanlah yang menghubungkan manusia pekerja dengan organisasi. Pekerjaan yang harus dilakukan yang menjadi faktor penyebab mengapa suatu organisasi membutuhkan pekerja. Disinilah terletak pentingnya rancang bangun pekerjaan.
Dalam rancang bangun pekerjaan ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan.
1.      Rancang bangun pekerjaan harus mencerminkan usaha pemenuhan tuntutan lingkungan, organisasional, dan keperilakuan terhadap pekerjaan yang dirancang bangun tersebut.
2.      Mempertimbangkan ketiga jenis tuntutan tersebut berarti upaya diarahkan pada pekerjaan yang produktif dan memberikan keputusan pada pelakunya, meskipun dapat dipastikan  bahwa tingkat produktifitas dan kepuasan itu tidak akan sama bagi setiap orang.
3.      Tingkat produktivitas dan kepuasan para pelaksana harus mampu berperan sebagai umpan balik. Artinya, secara umum dapat dikatakan bahwa rancang bangun pekerjaan yang baik dan tepat akan berakibat pada tingkat produktivitas dan kepuasan yang tinggi.

H.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rancang Bangun Pekerjaan
Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh dalam merancang suatu pekerjaan, yaitu:
1.      Faktor organisasional
Sesungguhnya wahana utamanya adalah pendekatan yang bersifat mekanis dan efisien. Melalui pendekatan ini para pekerja terdorong untuk bekerja semaksimal mungkin. Akan tetapi kelemahan pendekatan ini terletak pada aplikasinya. Hal lain dalam faktor organisasional dalam merancang suatu pekerjaan adalah masalah arus dan kebiasaan-kebiasaan dalam melakukan pekerjaan. Pertimbangan organisasional dalam merancang pekerjaan baru mencakup juga dalam hal-hal berikut.
a.       Pemilihan struktur organisasi
b.      Pola tanggung jawab dan wewenang tugas
c.       Prasarana dan tradisi pekerjaan
d.      Perlu tidaknya pengembangan dan pelatihan.
2.      Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi rancang bangun pekerjaan dimana pekerja berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Paling tidak dalam analisis harus melihat dari beberapa sudut pandang seperti pekerjaan apa yang perlu dilakukan, tersedia atau tidaknya tenaga-tenaga pelaksana, dan perlu tidaknya pemanfaatan teknologi canggih. Tradisi budaya dan adat istiadat masyarakat setempat juga harus dihargai dan dihormati.
3.      Faktor keperilakuan
Faktor keperilakuan jug sangat signifikan dalam meningkatkan mutu kehidupan berkarya seseorang di suatu organisasi sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

I.       Teknik Rancang Bangun Kembali Pekerjaan
Dalam merancang pekerjaan, selalu menjadi pertanyaan bahwa “apakah pekerjaan yang dilakukan terlalu rumit atau terlalu mudah bagi pekerja?” jadi yang perlu ditekankan jangan membuat pekerjaan itu terlalu mudah sehingga tidak begitu menarik lagi. Berbagai perubahan sering menuntut rancang ulang berbagai macampekerjaan dalam organisasi. Rancang ulang pekerjaan dimaksudkan agar karyawan tidak mengalami kebosanan; jika pekerjaan berlangsung lama dapat berakibat negatif terhadap kehidupan karyawan seperti apatisme, tidak peduli, motvasi rendah, keluhan, bahkan keinginan berhenti kerja.
1.      Penyederhanaan pekerjaan
Jika berdasarkan analisis ditemukan bahwa pekerjaan yang ada ternyata terlalu rumit, maka perlu dilakukan penyederhanaan. Salah satu penyederhanaan kerja dapat ditempuh ialah dengan membagi pekerjaan kepada beberapa karyawan. Namun dalam melakukan penyederhanaan pekerjaan harus dijaga jangan sampai pekerjaan yang harus dilaksanakan begitu mudah sehingga tidak memberi tantangan, apalagi kalau sampai pekerjaan rutin dan berulang-ulang.
2.      Overspecialisasi
Untuk meningkatkan kualitas bagi pekerja, para manajer dan para penancang pekerjaan dapat menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan pekerjaan.
a.       Rotasi pekerjaan
Dengan merotasi pekerjaan, karyawan dipindah dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya tanpa berubahnya jenjang kepangkatan atau jabatan yang bersangkutan.
b.      Perluasan pekerjaan (job enleargement)
Istilah ini mengacu pada beban kerja horizontal dan terjadinya peningkatan jumlah serta keragaman tugas pekerjaan. Atau meningkatkan cakupan pekerjaan yang dimiliki seorang karyawan atau bertambahnya isi suatu pekerjaan yang akan membuat aktivitasdalam penyelesaian pekerjaan semakin bervariasi. Dua hal yang dapat diperoleh dengan penggunaan teknik ini adalah mencegah timbulnya kebosanan dn kinerja pada umumnya meningkat.
c.       Pengayaan pekerjaan regu kerja otonomi (job enrichment)
Pengayaan pekerjaan (pemuatan vertikal) mencoba untuk menambahkan tanggung jawab dan otoritas. Otonom banyak diberikan dalam bentuk perencanaan, pengendalian, dan penentuan keputusan.
d.      Regu kerja otonomi
Regu kerja otonomi biasa juga disebut self-directed work team dan leaderless workteamadalah kelompok para pekerja dengan tugas dan tanggung jawab mereka  sering meliputi tugas para manajer. Regu kerja pada umumnya secara ekstensif saling melatih untuk melakukan pekerjaan. Anggota kelompok diberi tujuan sasaran produksi atau pelayanan yang akan dicapai oleh regu. Kemudian bersama memutuskan antardiri mereka dalam mencappai tujuan yang diinginkan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Analisis pekerjaan/jabatan yaitu proses pengumpulan inforamsi yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja secara sistematis. Hasil dari analisis pekerjaan adalah uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (Job specification).
Tujuan lembaga, organisasi atau perusahaan dengan perencanaan manajemen sumber daya manusia yang berorientasi pada hasil analisis pekerjaan adalah untuk mewujudkan eksistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta produktivitas dalam mencapai tujuan atau sasaran perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan analisis pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi karena berbagai tindakan dalam pengelolaan sumber daya manusia tergantung pada informasi tentang analisis pekerjaan yang telah dilakukan.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan analisis pekerjaan adalah menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan,  mengumpulkan informasi tentang latar belakang, menyeleksi muwakal (orang yang akan diserahi) jabatan yang akan dianalisis, mengumpulkan informasi analisis pekerjaan, meninjau informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan, serta meramalkan dan memperhitungkan perkembangan perusahaan.
Aplikasi Informasi Analisis Pekerjaan meliputi Penyusunan uraian pekerjaan, Merumuskan spesifikasi pekerjaan, Menetapkan standar prestasi kerja dan menciptakan sistem informasi sumber daya manusia.
Rancang bangun pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan dilaksanakan,dengan berbagai faktor seperti faktor organisasional, lingkungan, dan keperilakuan.
Teknik rancang bangun pekerjaan meliputi Penyederhanaan pekerjaan, Overspecialisasi, Rotasi pekerjaan, Perluasan pekerjaan (job enleargement), Pengayaan pekerjaan regu kerja otonomi (job enrichment), dan Regu kerja otonomi.
B.     Saran
Saran yang dapat penulis ajukan adalah hendaknya pembaca dapat mengimplemantasikan dari pembahasan analisis pekerjaan di atas, apabila nantinya mendapat tugas sebagai analis pekerjaan atau sebagai pemimpin suatu oraganisasi atau lembaga.


[1]Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 110-111.
[2] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), hlm. 91-92.